KETELADANAN
DAN AKHLAK GURU
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kompetensi Guru
PAI
Disusun Oleh:
1.
Reni Rapita (14210194)
2.
Nurwin Sugesti (14210174)
3.
Putri Wulan
Sari (14210185)
4.
Ratna Dewi (14210192)
5.
Risma Umaroh (14210201)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2015
Peta Konsep Keteladanan Dan Akhlak Guru
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut Edi Suardi yang dikutip oleh Ramayulis dalam bukunya ilmu
pendidikan islam, bahwa keteladanan guru itu ada dua macam, yaitu :
- “ Sengaja
berbuat untuk secara sadar ditiru oleh anak didik.
- Berperilaku
sesuai dengan nilai dan norma yang akan kita tanamkan pada terdidik
sehingga tanpa sengaja menjadi teladan bagi terdidik” (Ramayulis, 1998 :
181).
Keteladanan ini merupakan perilaku seseorang yang sengaja ataupun
tidak sengaja dilakukan dan dijadikan contoh bagi orang yang mengetahui atau
melihatnya. Pada umumnya keteladanan ini merupakan contoh tentang sifat, sikap
dan perbuatan yang mengarah kepada perbuatan baik untuk ditiru atau dicontoh.
Dan dengan demikian dapat kami simpulkan dari keteladanan guru ialah suatu
perbuatan atau tingkah laku yang baik, yang patut ditiru oleh anak didik yang
dilakukan oleh seorang guru di dalam tugasnya sebagai pendidik, baik tutur kata
ataupun perbuatannya yang dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh
murid, baik di lingkunagan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Dan mengingat keteladanan guru ini sangat berpengaruh dalam
pembentukan dan pembinaan akhlak, maka seorang pendidik hendaklah mempunyai
akhlak dan kepribadian yang baik, sehingga inti kewibawaan yang sangat penting
dalam pendidikan akan datang dengan sendirinya.
Adapun urgensi keteladanan akhlak guru-pendidik ialah implementasi
dari iman dalam segala bentuk perilaku. Keteladanan akhlak yang baik tidak
dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, sebab tabiat
jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru
mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Dan dengan menanamkan sopan
santun memerlukan pendidikan yang begitu panjang. Pendidikan itu tidak akan
sukses, tanpa diiringi dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.
Metode keteladanan akhlak guru-pendidik ini diyakini menjadi metode yang paling
efektif yang harus dipraktikkan oleh guru, terutama dalam rangka membentuk
pribadi-pribadi yang memiliki karakter, memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Metode ini juga telah banyak digunakan oleh generasi
terdahulu. Akhlak yang mulia adalah perilaku yang didasarkan pada ajaran-ajaran
agama, norma-norma sosial dan tidak bertentangan dengan aday istiadat
masyarakat setempat. Dan oleh karena itu, akhlak mulia biasanya bersifat
universal, yakni dapat diterima oleh siapa pun dan dimana pun.
Dan dari masalah keteladanan akhlak guru-pendidik ini menjadi
faktor yang sangat penting baik dalam bidang akidah, ibadah, muamalah dan
akhlak. Guru sebagai pendidik hendaklah dapat memberikan pengarahan dan nasehat
semata, sementara. Ia sendiri tidak mengamalkannya. Adapun kedudukan akhlak
dalam kehidupan manusia menempati posisi yang sangat penting sekali. Pentingnya
akhlak ini tidak saja dirasakan oleh manusia dalam kehidupan perseorangan, akan
tetapi ada juga dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat bahkan juga
dirasakan dalam kehidupan berbangsa atau bernegara.
B.
Rumusan Masalah
Apa
pengertian keteladanan dan akhlak guru? Bagaimana kriteria-kriteria keteladanan
dan akhlak guru? Bagaimana cara urgensi keteladanan dan akhlak guru? Apa saja
dasar dan tujuan akhlak guru? Apa sajakah macam-macam akhlak? Bagaimana
seharusnya akhlak seorang guru dan kedudukan
akhlak bagi seorang guru?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Keteladanan
Keteladanan berasal dari kaa teladan yang berarti sesuatu yang patut ditiru atau
baik untuk dicontoh.[1]
Sedangkan dalam bahsa arab adalah uswatun hasanah. Dilihat dari kalimatnya
uswatun hasanah berasal dari dua kata yaitu uswatun dan hasanah, muhamad yunus
mendefenisikan uswatun hasanah sama dengan qudwah yang berarti ikutan.
Sedangkan hasanah diartikan sebagai perbuatan yang baik.[2]
Jadi uswatun hasanah adalah suatu perbuatan yang baik seseorang yang ditiru
atau diikuti orang lain.
Keteladanan ini merupakan prilaku seseorang yang
disengaja ataupun tidak sengaja dilakukan dan dijadikan contoh bagi seseorang yang
mengetahui dan melihatnya. Pada umumnya keteladanan ini merupakan contoh
tentang sifat, sikap dan perbuatan yang mengarah kepada perbuatan baik untuk
ditiru atau dicontoh
Dengan demikian keteladanan guru adalah suatu
perbuatan atau tingkalau yang baik yang patut ditiru oleh anak didik yang
dilakukan oleh seorang guru didalam tugasnya sebagai pendidik, baik tutur kata
atau perbuatannya yang dapat diterapkan didalam kehidupan sehari-hari oleh
murid, baik disekolah maupun dilingkungan masyarakat.[3]
Menurut edi suardi
yang dikutif oleh ramayulis dalam bukunya ilmu pendidikan islam, bahwa
keteladan guru itu ada dua macam yaitu:
1.
Sengaja berbuat
untuk secara sadar ditiru oleh anak didik
2.
Berprilaku
sesuai dengan nilai dan norma yang akan kita tanamkan pada terdidik hingga
tanpa sengaja menjadi teladan bagi terdidik[4].
B.
Keteladanan Guru
Dalam Pendidikan
Dalam proses pembelajaran, keteladanan guru meiliki
peranan penting dalam mensukseskan keberhasilan. Mendidik tidak hanya sekedar
memenuhi prasyarat administrasi dalam proses pembelajaran, tetapi perlu
totalitas. Artinya ada keseluruhan komponen yang masuk didalamnya. Lebih khusus
lagi adalah kepribadian seorang guru.
Kepribadian seorang guru sangatlah penting terutama
didalam mempengaruhi kepribadian siswa. Karena guru dianggap memiliki status
yang terhormat dan patut dicontoh, maka keteladanan guru menjadi penting.
Selain itu, guru adalah seorang pendidik. Pendidikan itu sendiri memiliki arti
menumbhkan kesadaran kedewasaan. Bahkan didalam islam arti pendidikan itu
sangat beragam. Ada tiga pengertian secara garis besar perdebatan ilmuwan
tentang arti dan asal usul kata pendidikan dalam islam.[5]
Kata At-Ta’lim merupakan masdar dari kata allama
yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian,
pengetahuan dan ketrampilan. Dalam lexicology Al-Qur’an, paradigma keteladanan
guru berakar dari penunjukan kata tarbiyah yang merujuk pada pengertian
pendidikan tidak implicit. Namun penunjukannya dapat dilihat dari isttilah
lain: Al-Rabb, Rabbayani, Nurabbi, Rabbaniy. Sayyid qutb
menafsirkan istilah at-tarbiyah sebagai upaya pemeliharaan jasmaniya peserta
didik dan membantunya dalam rangka menumbuhkan kematangan sikap mental sebagai
pancarann akhlakul kariamah pada diri peserta didik. Dari pandangan tersebut,
memberikan pengertian bahwa istilah at-tarbiyah mencangkup semua aspek
pendidikan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik baik yang mengcakup aspek
jasmaniyah mupun rohaniah.
Kata At-Ta’dib merupakan masdar dari kata addaba
yang dapat diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertujuh pada pembinaan
dan penyempurnaan ahlak atau budi pekerti peserta didik. Orientasi kata At-Ta’dib
lebih terfokus pada upaya pembentukan pribadi yang berakhlak mulia. Pencapaian
akhlak mulia peserta didik, didominasi keteladanan guru. dari pengertian
tersebut, yang terpenting menurut penulis adalah bagaimana keteladanan guru
dalam membimbing anak didik untuk menjadi orang yang berkualitas dengan
berlandaskan nilai-nilai agama. Sehingga nantinya anak didik dapat memahami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran islam secara menyeluruh serta menjadikannya
sebagai pandangan hidup didunia dan diakhirat.[6]
Pendidikan sebagai wujud transpormasi ilmu tidak
hanya sekedar pengetahuan tetapi juga nilai. Hal inilah letak penting
keteladanan guru dalam menanamkan nilai-nilai kepada siswa. Oleh karena itu,
para pendidik hendaknya bercermin pada diri Rasulullah dalam berakhlak, yakni
berakhlak mulia dan kesantunan yang tinggi. Karena sikap seperti inilah saranan
yang paling baik dalam mengajar dan mendidik karena seorang murid biasanya akan
bersikap sebagaimana sikap gurunya. Ia akan lebih meniru sikap seorang guru
dari pada sikap orang lain. Jika seorang guru memiliki sikap terpuji, maka
sikapnya itu akan berdampak positif bagi muridnya. Dalam jiwanya akan terpatri
hal-hal baik yang tidak akan dilakukan meski dengan berpuluh-puluh nasehat dan
pelajaran.
C.
Guru Sebagai
Suri Tauladan
Pada dasarnya perubahan prilaku yang dapat ditunjukan
oleh peserta didik harus dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan
pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru. Atau dengan perkataan lain, guru
mempunyai pengaru terhadap perubahan prilaku peswrta didik. Untuk itulah guru
harus dapat menjadi contoh (suri teladan) bagi peserta didik, karena pada
dasarnya guru adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu komunitas
aau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan yang daapat digugu dan
ditiru.
Seorang guru sangt berpengaruh terhadap hasil
belajar yang dapt ditunjukan oleh pesrta didiknya. Untuk itu,apabila seseorang
ingin menjadi guru yang profisional maka sudah seharusnya ia dapat selalu
meningkatkan wawasan pengetahuan akademis dan peraktis melalui jalur pendidikan
berjenjang ataupun up grading dan atau pelatihan yang bersifat in service
taining dengan rekan-rekan sejawatnya. Perubahan dalam cara mengajar guru dapat
dilatihkan melalui peningkatan kemampuan mengajar sehingga kebiasan lama yang
kurng efektip dapat segera terdeteksi dan perlahan-lahan dihilangkan. Untuk itu,
maka perlu adanya perubahan kebiasaan dalam cara mengajar guru yang diharapkan
akan berpengarauh pada cara belajar siswa, diantarnya sebagai berikut.
1.
Memperkecil
kebiasaan cara mengajar guru baru (calon guru) yang cepat merasa puas dalam
mengajar apabila banyak menyajikan informasi (ceramah) dan terlalu mendominasi
kegiatan belajar peserta didik.
2.
Guru hendaknya
berperan sebagai pengara, pembimbing, pemberi kemudahan dengan menyediakan
berbagai fasilitas belajar, bantuan bagi peserta yang mendapat kesulitan
belajar, dan pencipta kondisi yang merangsang dan menantang peserta didik untuk
berpikir dan bekerja (melakukan)
3.
Mengubah dari
sekedar metode ceramah deengan berbagai pariasi metode yang lebih relevan
dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang
baru merasa belajar dann puas kalau banyak mendengarkan dan menerima informasi
(diceramahi) guru, atau baru belajar kalau ada guru.[7]
D.
Kriteria-Kriteria
Keteladanan
Menurut al-ghazali yang dikutip oleh zainuddin dkk, bahwa
criteria-kriteria keteladanan adalah sebagai berikut:[8]
1.
Sabar
2.
Bersifat kasih
dan tidak pilih kasi
3.
Sikap dan
pembicaraannya tidak main main
4.
Menyantuni serta
tidak membentak orang yang bodoh
5.
Membimbing dan
mendidik murid-murid yang bodoh degan sebaik-baiknya
6.
Besikap tawadu’
dan tidak takabur
7.
Menampilkan
hujjah yang benar
Sedangkan menurut prof. Dr. Zakia Drajat, Kriteria kriteria
keteladanan guru adalah : suka bekerjasaa dengan demokratis, penyayang,
menghargai kepribadian anak didik, sabar, memiliki pengetahuan dan ketrampilan,
adil, ada perhatian terhadap persoalan anak didik, lincah, mampu memimpin
secara baik.[9]
Dari kedua pendapat diatas, secara garis besar dapat
disimpulkan bahw criteria-kriteria keteladanan meliputi:
a.
Bersikap adil
terhadap sesama murid
Seorang guru harus memperlakukan anaak
didik dengan cara yang sama antara satu dngan yang lainnya, karena anak didik
tajam pandangnnya terhadap perlakuan yang tidak adil. Dalam hal ini guru harus
memperhatiakn semua muridnya, tidak boleh bersifat pilih kasih, seperti guru
lebih memperhatiakn murid-murid yang lebih pandai dari pada yang lainnya
b.
Berlaku sabar
Sikap sabar perlu dimiliki oleh guru,
karena pekerjaan guru daklam mendidik sisa tidk dapat ditunjukan dan tidak dapa
dilihat hasilnya secara seketika didalam membe4ikan teladan. Hasil usaha guru
dalam memberikan penddikan dapat dipetik buahnya dikemudian.
Selain itu juga guru menghadai siswa
yang mempunyai waak yang berbeda tyang tentu saja mempunyai keinginan yang
berbeda pula, oleh karena iti sifat sabar sangat penting dan harus dimiliki
oleh guru dalam mendidik dan membimbing mereka.
c.
Bersifat kasih
dan penyayang
Sebagai seorang pendidik dan pembimbing
sift terpenting yang harus dimiliki oleh guru adalah lemah lembut dan kasih
sayang. Apabila murid merasa diperlakuan dengan kassih sayang ole gurunya, ia
akan merasa percaya diri dan tentram berdampingan dengannya
Guru hendaknya menghindarkan diri dari
menggunakan kekejaman dalam memperhalus prilaku murid. Didalam membimbing murid
hendaknya guru menerapkan metode kasi sayang, bukan pencelaan. Apabila murid
berakhlak buruk, sedapat mungkin guru hendaknya mnggunakan kiasan atau lemah
lembut, jangan terang-terangan atau celaan. Jika guru selalu menggunakan
celaan, maka secara tidak langsung ia mengajarkan unuk berani melawan dan
menentang serta lari dan takut kepada guru.
d.
Berwibawa
Seorang guru hendaklah mempunyai
kewibawaan, maksudnya adalah apa yang dikatakan oleh guru baik itu perintah,
larangan atau nasihat yang diberikan kepada murid diikuti dan dipatuhi,
sehingga semua murid hormat dan segan kepada guru. Patuhnya seorang murid bukan
karena takut tapi karena segan.
e.
Menjauhkan diri
dari perbuatan tercelah
Suatu hal yang sangat penting yang harus
dijaga oleh seorang guru adalah tingkahlaku dan perbuatannya, mengingat guru
adalah pembimbing murud-murid dan menjadi tokoh yang akan ditiru, maka
kepribadiannya pun menjadi teladan bagi murid-muridnya
f.
Memiliki
pengetahuan dan ketrampilan
Untuk mengajar, sorang guru harus
membekali diri dengan berbagai ilmu pengetahuan disertai pula seperangkat
latihan ketrampilan keguruan. Semua itu akan menyatu dalam diri seorang guru
hingga merupakan seorang yang berpribadi khusus, yakni ramuan dari pengetahuan,
sikap dan ketrampilan keguruan serta penguasaan beberapa ilmu pengetahuan yang
akan ditranspormasikan kepada anak didik, sehingga mampu membawa perubahan
didalam tingkah laku anak didik.
g.
Memdidik dan
membimbing
Seorang guru menjadi pendidik sekaligus
pembimbing. Sebgai pendidik guru harus berlaku membimbing, dalam arti menuntun
sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik,
termasuk dalam hal ini, yang penting ikut memecahkann persoalan-persoalan atau
kesulitan yang dihadapi anak didik
h.
Bekerjasama
dengan demokratis
Maksudnya adalah
dalam menndidik murid, tidak hanya dilakukan oleh seorang guru saja, namun
harus ada kerjasama yang baik dari sesame guru. Jika guru-guru saling
bertentangan maka murid-murid tidak tahu apa yang diperbolehkan dan apa yang
dilarang. Dalam hal ini dituntut adanya hubungan baik dan interaksi antara
guru, guru dengan anak didik, guru dengan pegawai, pegawai dengan anak didik.
E.
Urgensi
Keteladanan
Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala
bentuk prilaku. Cara yang cukup efektif dalam pembinaan akhlah adalah melalui
keteladanan akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran,
intruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak
cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan itu. Menanamkan
sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang. Pendidikan itu tidak akan
sukses, tanpa diiringi dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.[10]
Masalah keteladanan menjadi factor penting dalam
bidang akidah, ibadah, muamalah dan akhlak. Guru sebagai pendidik hendaklah dapat
memberikan contoh yang baik dari dirinya sendiri, jangan hanya memberikan
pengarahan dan nasihat semata, sementara ia sendiri tidak mengamalkannya. Dalam
hal ini dijelaskan dalam Al-qur’an surat ash-shaff ayat 3 yang artinya:
“amat besar
kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat”
Dari ayat diatas jelas bahwa dalam memberikan
pendidikan atau mengarahkan seseorang itu hendaklah dimulai dari diri kita
sendiri, sebelum kita menyuruh seseorang berbuat baik, hendaklah terlebih dahulu
kita mengerjakan kebaikan tersebut.
F.
Keteladanan Guru
PAI
“keteladanan akan dapat membangun hubungan,
memperbaiki kredibilitas, dan meningkatkan pengaruh”
Dari paparan diatas, secara sederhanan dapat
disimpulkan bahwa salah satu aspek penting yang langsung atau tidak langsung
mempengaruhi terhadap kesuksesan seorang guru dalam menjalankan tugasnya adalah
factor kepribadian. Kepribadian yang akan menentukan apakah seorang guru akan
menjadi pendidik dan Pembina yang baik bagi para siswanya, ataukah akan menjadi
perusak atau penghancur bagi masa depan siswanya. Factor kepribadian akan
semangkin menentukan peranannya pada siswa yang masih kecil dan yang sedang
mengalami keguncangan jiwa.
Sebagai guru pendidikan agama islam maka sewajarnya
guru PAI memiliki kepribadian yang seluruh aspek kehidupannya adalah “uswatun
hasanah”. Pribadi guru adalah uswatun hasanah. Betapa tingginya derajat seorang
guru sehingga wajarlah bila guru diberi berbagai julukan yang tidak akan
ditemukan pada profesi lain.
1.
Takwa kepada
Allah SWT
Guru, sesuai dengan tujuan ilmu
pendidikan islam, tidak mungkin mendidik anak didik bertkwa kepada Allah, jika
ia sendiri tidak brtakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya
sebagaimana Rasulullah SAW. menjadi teladan bagi umatnya. Sejauh man guru mampu
member teladan yang baik kepada semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia akan
diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa
yang baik dan mulia.
2.
Berakhlak mulia
Budi pekerti guru penting dalam
pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi teladan, karena anak-anak
bersifat suka meniru. Diantara tujuan pendidikan iaitu membentuk akhlak yang
mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika
pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak
mungkin dipercaya u8ntuk mendidik.
Yang dimaksud akhlak mulia dalam ilmu
pendidikan islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran islam, seperti yang
dicontohkan pendidik utama, Nabi Muhammad SAW. kegiatan mengajar/ mendidik
sikap guru sangat pentin. Berhasilnya mengajar sangat ditentukan oleh sifat dan
sikap guru.
3.
Adil, jujur dan
objektif
Adil, juror dan objektif dalam
memperlakukan dan juga menilai siswa dalam proses belajar mengajar merupkan hal
yang harus dilakukan oleh guru. Sifat-sifat ini harus ditunjang oleh
penghayatan dan pengamalan nilai-nilai moral dan nilai-nilai social budaya yang
diperoleh dari kehidupan masyarakat dan pengalaman belajar yang diperolehnya.
Jangan sampai guru melakukan sebuah tindakan yang tidak adil, tidak jujur dan
subjektif. Tindakan negative semacam ini tidak hanya tidak boleh dilakukan oleh
seorang guru dalam kaitannya aktifitas mendidik, tetapi juga ketika sudah dalam
kehidupan masyarakat.
4.
Berdisiplin
dalam melaksanakan tugas
Disiplin muncul dari kebiasaan hidup dan
kehidupan disiplin muncul dari kebiasaan hidup dan kehidupan, belajar yang
teratur, serta mencintai dan menghargai pekerjaannya. Disiplin adalah bagian
dari mentalitas dan kebiasaan yang harus dibangun dengan landassan cinta dan
kasih sayang. Budaya disiplin tidak akan terwujud manakalah guru justru sering
melanggrnya. Guru harus menjadi teladan sebagai sosok yang dapat dicontoh dalam
hal kedisiplinannya.
5.
Ulet dan tekun
bekerja
Keuletan dalam ketekunan bekerja tanpa
mengenal lelah dan pamri hal yang harus dimiliki pribadi guru dalam
melaksanakan tugasnya sehingga program yang telah digariskan dalam kurikulum
yang telah ditetapkan berjalan sebagaimana
mestinya.
6.
Berwibawa
Kewibawaan harus dimiliki oleh guru,
sebab dengan kewibawaan proses belajar mengajar akan terlaksanan dengan baik,
berdisiplin, dan tertib. Dengan demikian kewibawaan buakan taat dan patuh pada
peraturan yang berlaku sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh guru.[11]
G.
Pendidikan Butuh
Keteladanan
Mencapai meraknya aksi-aksi plagiarisme dalam
pendidikan, mendiknas Muhammad nuh (2010) mengatakan bahwa phenomena ini
merupakan pertanda lunturnya nilai-nilai moralitas dan susilah. M. nuh
menguraikan bahwa revitalisasi pendidikan karakter mulia dari tingkat dasar
(SD) hingga universitas/ perguruan tinggi (PT) mutlak dilaksanakan sebagai
solusi pemecahan. Namun seiring dengan maraknya aksi pencabulan yang dilakukan
oknum pendidik kepada anak didiknya belakangan ini, tentu mengundang
kegelisahan semua pihak.
Bagaimana bisaa menciptakan pribadi yang berkarakter
disekolah ketika tenaga pendidiknya justru memiliki karakter yang amoral? Lalu
bagaimana dengan pepata lama yang menyebut “guru kencing berdiri murid kencing
berlari”?
F.W. Foerstar pedagog pertama dari jerman yang
mengungkapkan urgensi pendidikan karakter. Baginya karakter merupakan sesuatu
yang menentukan kualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang
mengatasi pengalaman hidup.
Dalam pembentukan karakter, pendidikan harus mampu
mendampingi peserta didik melewati proses the ascent of man. Hal ini dilatar
belakangi realitas bahwa dalam diri peserta didik terdapat dua kutub dorogan
esensial; (1) dorongan mempertahankan diri dari eksternal yang ditandai dengan
adaptasi evolusioner dan revolusioner, dan (2) dorongan pengembangan diri.
Ketika peserta didik mampu menyeimbangkan dua kutub tersebut, maka dirinya akan
menjadi pribadi berkarakter matang, yang mana kematangan inilah yang akan
berperan besar dalam penentuan keberhasilandiri peserta didik pada pendakian
terjal perjalanan hidupnya.
Pengimplementasian pendidikan karakter di sekolah
berbenturan dengan kendala; (a) kurang
trampilnya para guru menyampaikan item pendidikan karakter dalam kegiatan
belajar mengajar, (b) focus sekolah untuk mengejar target-target akademik,
terutama lulus ujian nasional, dan (c) kurangnya keteladanan disekolah maupun stake holder yang terkait.
Selain keteladanan, pembiasaan merupakan bagian yang
penting untuk ditanamkan kepada peserta didik kita misalnya, menteri pendidikan
menjadi teladan bagi kepala dinas pendidikan dilevel provinsi kepala dinas
level provinsi menjadi teladan bagi kepala dinas level kabupaten begitu
seterusnya hingga guru menjadi teladan bagi anak didiknya. Keteladanan dan
pembiasaan ini akan memberikan kontribusi positif bagi proses perkembangan
karakter peserta didik.
H.
Pengertian
Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa arab jama’ dari khuluq
yang menurut logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabi’at.[12] Dalam kehidupan
sehari-hari akhlak disamakan artinya dengan arti kata budi pekerti atau
kesusilaan atau sopan santun.[13]
Kata akhlak erat kaitannya dengan kata khaliq yang
berarti pencipta dan kata makhluq berarti yang diciptakan. Kemungkinan
kata akhlak ini dirumuskan dengan adanya hubungan baik antara khaliq dan
makhluk dan antara makhluk dan makhluk.[14]
Imam Al-Ghazali mengemukakan pengertian akhlak
sebagai berikut:
“Akhlak adalah suatu sikap yang tertanam dalam jiwa
yang dari sifat-sifat itu timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
memerlukan pertimbangan pikiran (terlebih dahulu)”. Ibn Maskawih menyatakan
akhlak ialah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.[15]
Prof. Dr. Ahmad Amin mengartikan akhlak adalah “adatul
iradah” atau kehendak yang dibiasakan. Menurut Dr. Abdullah Dirroz
mengemukakan bahwa akhlak adalah “sesuatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak
berkombinasi membawa kecendrungan kepada pemilihan yang benar (dalam hal akhlak
yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak buruk).[16]
Pengertian ini menunjukan pada ketetapan jiwa yang
dapat menimbulkan perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan, sehingga mudah
dilakukan dan tanpa memerlukan pemikiran. Jadi dapat disimpulkan bahwa akhlak
adalah suatu perangai atau tingkah laku manusia dalam pergaulan sehari-hari.
Perbuatan-perbuatan itu timbul dengan mudah tanpa direncanakan terlebih dahulu
karena sudah menjadi kebiasaan. Apabila dari perangai tersebut timbul
perbuatan-perbuatan yang baik danterpuji menurut akal sehat dan syariat, maka
ia disebut sebagai akhlak yang baik. Dan apabila dari perangai itu timbul
perbuatan yang buruk maka ia disebut akhlak yang buruk.
I.
Peranan Guru
Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak bertujuan untuk membentuk
identitas diri menuju kematangan pribadi. Seseorang dikatakan memiliki
kematangan kepribadian apabila memiliki cita-cita, tujuan, dan program baik
jangka pendek maupun jangka panjang dalam kehidupan sehari-hari dan
dilaksanakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang yang diinginkan. Penanaman
akhlak diutamakan agar para peserta didik tidak mengalami kegoncangan pikiran
dan jiwanya dalam menemukan solusi dari problem yang dihadapinya. Sehingga
pendidikan yang pertama dan utama adalah pembentukan keyakinan kepada Allah SWT
yang diharapkan dapat melandasi sikap, tingka laku dan kepribadian siswa. Dalam
pemahaman pendidikan akhlak ini, diharapkan siswa dapat menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan kepada Allah yang diujudkan dengan sikap terpuji, berbuat
baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain, serta dapat menyeimbangkan
kemajuan zaman dengan ilmu dan keimanan, serta keselarasan hubungan dengan
sesame manusia dan lingkungannya.[17]
Membiasakan peserta didik untuk bersabar ketika
mereka sedang menghadapi suatu musibah. Dan guru memberikan mereka motivasi
agar mereka kuat menghadapi semua dan membimbing mereka agar mereka terbiasa
berbuat baik sesuai dengan ajaran agama. Guru mengajarkan peserta didik agar
tidak curang dalam segala hal. Guru hendaknya mampu membantu setiap siswa untuk
secara efektif dapat mempergunakan berbagai kesempatan belajar dari berbagai
sumber serta media belajar.[18]
J.
Tujuan Akhlak
dan Dasar Akhlak
Menurut M. Ali hasan tujuan pokok akhlak adalah
“agar setiap manusia berbudi pekerti (berakhlak), bertingka laku, berperangai
atau beradat istiadat yang baik, yang sesuai dengan ajaran islam.[19]
Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa tujuan
daripada akhlak adalah agar setiap manusia dapat bertingkah laku dan bersifat
baik serta terpuji. Akhlak yang mulia terlihat dalam penampilan sikap
pengabdiannya terhadap Allah SWT., dan kepada lingkungannya baik kepada sesame
manusiamaupun terhadap alam sekitarnya. Dengan akhlak yang mulia manusia dapat
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Akhlak merupakan cerminan dari pada umat islam yang
tentusaja mempunyai dasar. Dan dasar inilah yang harus dhayati dan diamalkan
agar tercipta akhlak yang mulia.
Menurut M. Ali Hasan dalam bukunya yang berjudul tuntunan
akhlak mengemukakan bahwa yang
menjadi dasar sikaf seseorang itu baik atau beruk itu adalah Al-qur’an dan as-sunah.[20]
Apa yang baik menurut Al-Qur’an dan As-Sunah, itulah yang baik untuk dikerjakan
dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya apa yang buruk menurut Al-Qur’an dan
As-Sunnah berarti itu tidak baik dan harus ditinggalkan.
Adapun sunah menjadi dasar akhlak yang kedua setelah
Al-Quran dalam pembentukan akhlak manusia. Firman Allah dalam surat Al-Ahzab
ayat 21 menyatakan:
“sesungguhnya
telah ada pada diri rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu” (QS
Al-Ahzab: 21)[21]
Ayat diatas menjelaskan bahwa pada diri nabi
Muhammad terdapat contoh yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam
membentuk pribadi yang berakhlak mulia karena nabi Muhammad selalu memedomani
Al-Qur’an. Dengan demikian, segala bentuk prilaku manusia yang menyatakan
dirinya muslim hendaknya dapat merealisasikan kedua sumber tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
K.
Macam-Macam
Akhlak
Secara garis besar akhlak itu dibagi dua macam,
antara keduanya bertolak belakang efeknya bagi kehidupan manusia. Akhlak
tersebut adalah :
1.
Akhlak yang baik
atau akhlak mahmudah
2.
Akhlak yang
buruk atau akhlak mazmumah
Akhlak mahmudah ialah segala tingkah laku yang
terpuji (yang baik) yang biasa juga dinamakan “fadlillah” (kelebihan). Adapun
kebalikan dari alhlak mah,udah adalah akhlak mazmumah yang berarti tingkah laku
yang tercelah atau akhlak yang jahat (qobihah).[22]
Jadi akhlak mahmudah adalah akhlak yang baik, yang terpuji, yang tidak
bertentangan dengan hukum syara’ dan akal pikiran yang sehat yang harus dianut
dan dimiliki oleh setiap orang. Sedangkan akhlak mazmumah adalah akhlak yang
buruk dan tercelah serta bertentangan dengan ajaran agama islam.
Adapun yang tergolong akhlak mahmuda diantaranya
adalah: setia (al-amanah), pemaaf (al-afwuh), benar (ash-siddiq), menepati
janji (al-wafah), adil (al-adl), memelihara kesucian diri (al-ifafah), malu
(al-haya’), berani (as-syaja’ah), kuat (al-quwwah), sabar (as-shabru), kasih
sayang (ar-rahmah), murah hati (as-sakha’u), tolong menolong (at-ta’awun),
damai (al-ishlah), persaudaraan (al-ikha’), silaturahmi, hemat (al-iqtishad),
menghormati tamu (adl dliyafah), merendah diri (at-tawadlu’) menundukan diri
kepada Allah SWT (al-khusyu’), berbuat baik (al-ihsan), berbudi tinggi
(al-muru’ah), memelihara kebersihan badan (an-nadhafah), selalu cenderung pada
kebaikan (as-salihah), merasa cukup dengan apa yang ada (al-qonaqah), tenang
(as-sakinah), lemah lembut (ar-rifqu) dan sikap-sikap baik lainnya.[23]
Menurut M.Ali Hasan
diantara akhlak yang baik adalah
1.
Benar
2.
Amanah
3.
Menepati janji
4.
Sabar (tabah0
5.
Pemaaf
6.
Pemurah, dll[24]
Sedangkan yang
tergoling akhlak mazmumah diantaranya adalah
1.
Sombong
2.
Dengki
3.
Dendam
4.
Mengadu domba
5.
Mengumpat
6.
Riyak
7.
Khianat[25]
Menurut Dr. H. Hamzah Ya’kub akhlak mazmumah ialah
setiap sifat dan sikap yang meliputi: “egoistis (ananiah), lacur (al-baghyu),
kikir (al-bukhlu), dusta (al-buhtan), minum khamer (al-khamru), khianat (al-khianah),
aniayah (ad-dhulmu), pengecut, perbuatan dosa besar (al-fawahisy), amarah
(al-ghadhab), curang dan culas (al-ghasysyu), mengumpat (al-ghibah), adu domba
(an-namimah), menipu daya (al-ghurur), dengki (al-hasad), dendam (al-hiqdu),
berbuat kerusakan (al-ifsad), sombong (al-istikbar), mengingkari nikmat
(al-kufran), homo seksual (al-liwath), membunuh (qatlunnafsi), makan riba’
(ar-riba’) ingin dipuji (ar-riya’), ingin didengar kelebihannya (as-sum’ah),
berolol-olok (as-sikhriyyah), mencuri (as-sirqah), mengikuti hawa nafsu
(as-syahawat), boros (at-tabzir), tergopoh-gopoh (al-‘ajalah) dan sikap-sikap
jelek lainnya.[26]
Dilihat dari segi sasarannya akhlak dibagi menjadi
tiga macam iyaitu akhlak kepada Allah SWT, akhlak kepada sesame manusia dan
akhlak kepada lingkungan hidup.
Akhlak
amnesia kepada Allah SWT antara lain sebagai berikut:
1.
Beriman
kapada-Nya
2.
Taat dalam
melaksanakn perintah-Nya dan menjauhi larangannya
3.
Ikhlas dalam
beribadah kepada-Nya
4.
Tadlarru’ dan
khusuk
5.
Ar-raja’
(optimism) ad-du’a
6.
Husnud-dzan pada
Allah
7.
Tawakkal dalam
melaksanakan sesuatu pekerjaan yang telah direncanakan dengan mantap
8.
Tasyakur dan
qona’ah atas pemberian Allah SWT
9.
Malu mengerjakan
kejahatan dan malu meninggalkan kebaikan
10. Taubat dan istighfar apabila berbuat dosa.
Menurut
Dr. H. Jalaluddin dan Drs. H. Usman Said bahwa akhlak terhadap Allah SWT
meliputi:
1.
Mengabdi kepada
Allah SWT dan tidak mempersekutukannya
2.
Tunduk dan patuh
hanya kepada Allah
3.
Berserah diri
pada ketentuan Allah
4.
Bersyukur hanya
kepada Allah
5.
Ikhlas menerima keputusan Allah
6.
Penuh harap
kepada Allah
7.
Takut kehilangan
rasa patuh kepada Allah SWT
8.
Taku akan siksa
Allah SWT
9.
Takut akan
kehilangan rahmat Allah SWT
10. Mohon pertolongan kepada Allah SWT
11. Cinta dan penuh harap kepada allah SWT[27]
Mengenai akhlak sesame manusia, akhlak mempunyai
peranan yang mnentukan dalm kehidupan dan pergaulan sehari-hari. Orang yang
berakhlak mulia di setiap tempat mudah diterima orang, disenang oleh
lingkungannya, mudah di percaya oleh setiap orang yang berhubungan dengannya.
Oleh karenanya menjadi lapanglah rezekinya dan menjadi mudah segala urusannya.
Kehadirannya menentramkan lingkungan dan kepergiannya di tangisi. Secara garis
besar, akhlak terhadap sesame manusia meliputi sikap yang baik seperti:
1.
Menghormati dan
menghargai perasaan kemanusiaan
2.
Memenuhi janji
dan pandai berterimakasih
3.
Saling
menghargai
4.
Menghargai
status manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia.
Selanjutnya akhlak terhadap lingkungan hidup.
Manusia yang dijadikan Allah sebagai khalifah di muka bumi ini telah di bebani
tanggung jawab untuk memelihara kelestarian alam. Islam menganjurkan setiap
muslim untuk menunjukan sikap yang serasi kepada alam lingkungannya. Diantara
sikap yang dianjurkan adalah :
1.
Memperlakukan
binatang dengan baik.
2.
Menjaga dan
memelihara kelestarian alam[28]
Dengan demikian, akhlak yang baik tidak hanya
diperuntukan kepada Allah SWT atau sesame manusia saja melainkan juga terhadap
sesame makhluk Allah SWT yang diciptakan di alam ini. Tindakan yang dapat
menimbulkan kerusakan atau setidaknya mempunyai dampak negative baik bagi diri
sendiri maupun bagi lingkungan di nilai sebagai perbuatan tercela.
L.
Kriteria Guru
Menurut Para Ulama
Imam Al-Ghazali memiliki empat syarat utama bagi
guru yakni: cerdas, sempurna akalnya, baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Selain
itu Al-Ghazali menambahkan pula delapan kriteriayaitu:
1.
Memilikisifat
kasih sayang
2.
Tidak menuntut
upah atas ilmuyang diajarkannya (kecuali untuk menutup ongkos yang harus dia
keluarkan, seperti trasfortasi dan sebagainya)
3.
Bisa mengarahkan
murid-muridnya
4.
Menggunakan cara
yang simpatik
5.
Bisa menjadi
panutan
6.
Memahami
individu tiap murid yang bisa berbeda satu sama lain.
7.
Memahami
perkembangan jiwa murid-muridnya
8.
Tidak melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan apa yang diajarkan.
Ibn
Jamaah seorang ilmuan besar mesir mengemukakan enam criteria guru yang baik
1.
Menjaga akhlak
2.
Tidak menjadikan
profesi guru untuk menutupi kebutuhan ekonominya
3.
Mengetahui
situasi yang terjadi pada lingkungan social dan kemasyarakatan.
4.
Menunjukan kasih
sayang dan kesabaran
5.
Adil dalam
memperlakukan anak didik
6.
Berupaya maksial
dalam menolong anak didiknya mencapai pemahaman yangbenar
Ibn taimiyah mengemukakan empat syarat bagi guru:
(1) guru merupakan penerus nabi dalam menyampaikan ilmu-ilmu kebenaran. Oleh
karnanya guru wajib senantiasa mencontoh prilaku hidup nabi, (2) guru harus
bisa jadi panutan bagi murid-muridnya, (3) serius dan tidak semberono dalam
mengajar, (4) berusaha untuk terus menambah keilmuannya.
Ibn maskawaih bahkan menempatkan posisi guru diatas
orang tua lantaran keutamaan yang seharusnya dimiliki seorang guru. Menurut
beliau, seorang guru lebih banyak berperan dalam mendidik kejiwaan anak
didiknyadalam rangka mencapai kebahagiaan sejati, yakni keridaan Allah SWT di
dunia dan di akhirat. Oleh karena itulah, seseorang guru sejati adalah yang
bisa senantiasa menunjukan kepribadian yang mencontohkan kepribadian nabi.
Selain criteria guru sejati, Ibn Maskawaih menetapkan pula criteria “guru
biasa” yang harus memenuhi persyaratan: (1) bisa dipercaya, (2) pandai, (3)
dicintai, (4) sejarah hidupnya tidak tercemar dalam masyarakat, (5) bisa
menjadi panutan, (6) akhlaknya lebih mulia daripada murid-muridnya.[29]
Demikian criteria yang dibuat oleh para ulama, dari
kesemuanya itu dapat kita lihat bahwa akhlak guru menempati posisi terpenting
yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu, sudah septutnya apabila
kita mulai memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini. Jangan sampai kita
serahkan anak-anak kita pada guru yang tercelah akhlaknya. Sungguh amat sangat
memalukan ketika membaca berita di media massa dengan headline “guru agama
melakukan tindakan amoral terhadap muridnya”
M.
Akhlak Guru dan Kedudukan
Akhlak Bagi Guru
Islam memang memiliki kriteria yang sangat ketat
dalam persoalan guru, terutama berkaitan dengan akhlak. Guru hendaknya
berakhlak yang mahmuda, agar dapat menjadi contoh bagi anak didiknya. Hal ini
selain berguna bagi profesinya juga sangat berguna bagi keluarga, masyarakat
bahkan akhiratnya. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan pada mayoritas sekolah
umum, yang hamper tidak pernah melihat akhlak calon guru-gurunya, melainkan
hanya melihat ijazah pendidikan akademisnya. Bahkan untuk guru agama sekalipun.
Sekolah tidak merasa perlu untuk menelusuri latar belakang dan akhlak
keseharian dari sang calon guru.
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati
posisi yang sangat penting.pentingnya akhlak ini tidak saja dirasakan oleh
manusia dalam kehidupan perseorangan, tetapi juga dalam kehidupan berkeluarga
dan bermasyarakat bahkan juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Akhlak adalah mustika hidup yang membedakan hidup
manusia dengan hidup hewan. Manusia tanpa akhlak akan kehilangan derajat
kemanusiaannya sebagia makhluk tuhan yang paling mulia. Seseorang yang
berakhlak mulia akan selalu melaksanakan kewajibannya dan memberikan hak yang
diberikan kepada yang berhak. Orang yang berakhlak mulia selalu hidup dalam
kesucian dengan selalu berbuat kebajikan yang mendatangkan manfaat bagi sesama
manusia.[30]
Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa kedudukan
akhlak bagi guru adalah sangat penting dan diperlukan dalam kehidupan yang akan
membawanya kepada keselamatan dunia dan akhirat. Anak yang berakhlak mulia
serta memiliki nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan yang kuat dalam kondisi
bagaimanapun dan dimanapun akan selalu beorientasi pada kebaikan yang sesuai
dengan al-quran dan sunah. Dengan kebaikan-kebaikan tersebut guru akan terhindar
dari pelanggaran hukum, baik hukum Negara, etika keguruan maupun hukum agama.
Dengan dasar iman dan akhlak yang mulia, maka seorang akan menjadi panutan bagi
anak didiknya, sebab mengajarkan agama harus dengan keteladanan dan akhlak yang
baik.
N.
Pribadi Teladan
dan Berakhlak Mulia
Guru merupakan teladan bagi peserta didik, bahkan
semua orang yang menganggapnya sebagai guru akan meneladaninya. Guru
professional memiliki kepribadian baik yang menjadi teladan bagi semua. Ia
menjadi teladan dalam segala bentuk tingkah laku dan ucapannya. Hidupnya
menjadi percontohan yang akan membawa peserta didik kejalan yang benar.[31]
Guru sebagai teladan bagi para siswanya harus
memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola
dalam seluruh aspek kehidupannya. Pendidikan dengan keteladanan akan lebih
efektif jika guru yang bersangkutan tidak melupakan orang tua di rumah.
Lakukanlah kerja sama dengan mereka. Bangunlah sebuah komunikasi yang efektif,
jalin kerjasama yang mutualistis antara keduanya, terutama tentang pentingnya
keteladanan dirumah.
Metode keteladanan diyakini menjadi metode yang
paling efektif yang harus dipraktikan oleh guru, terutama dalam rangka
pembentukan pribadi-pribadi yang memiliki karakter, memiliki keimanan dan
ketaqwaan kepada tuhan yang maha esa. Metode ini juga telah banyak digunakan
oleh generasi terdahulu. Akhlak mulia biasanya bersifat universal, yakni dapat
diterima oleh siapapun dan dimanapun.
Akhlak mulia penting dimiliki oleh guru karena ia
akan menjadi teladan bagi peserta didiknya. Mereka lebih cenderung meniru
perilaku buruk dari pada ucapannya. Dengan demikian, guru harus memiliki akhlak
mulia. Terdapat banyak ragam akhlak mulia yang mesti dimiliki oleh guru dalam
posisinya sebagai pembimbing, penasehat, pemberi motivasi dan pengayom anak
didik. Diantarnya adalah sederhana, qana’ah, tawakal, sabar dan ikhlas.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dengan demikian keteladanan guru adalah suatu
perbuatan atau tingkalau yang baik yang patut ditiru oleh anak didik yang
dilakukan oleh seorang guru didalam tugasnya sebagai pendidik, baik tutur kata
atau perbuatannya yang dapat diterapkan didalam kehidupan sehari-hari oleh
murid, baik disekolah maupun dilingkungan masyarakat. Akhlak adalah suatu
perangai atau tingkah laku manusia dalam pergaulan sehari-hari. Perbuatan-perbuatan
itu timbul dengan mudah tanpa direncanakan terlebih dahulu karena sudah menjadi
kebiasaan.
Kriteria-kriteria keteladanan seorang guru adalah
sebagai berikut: Bersikap adil terhadap sesama murid, berlaku sabar bersifat
kasih dan penyayang, berwibawa, menjauhkan diri dari perbuatan tercelah,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan, memdidik dan membimbing, bekerjasama
dengan demokratis.
Pendidikan itu tidak akan sukses, tanpa diiringi
dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Urgensi keteladanan dapat
ditunjukan dengan mengamalkan terlebih dahulu hal-hal baik yang akan kita
ajarkan pada murid. Guru sebagai pendidik hendaklah dapat memberikan contoh
yang baik dari dirinya sendiri, jangan hanya memberikan pengarahan dan nasihat
semata, sementara ia sendiri tidak mengamalkannya.
Ayat Al-qur’an yang menjadi landasan atau dasar dari
keteladanan dan akhlak adalah surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya:
Sedangkan tujuan dari akhlak adalah agar setiap
manusia dapat bertingkah laku dan bersifat baik serta terpuji. Akhlak yang
mulia terlihat dalam penampilan sikap pengabdiannya terhadap Allah SWT., dan
kepada lingkungannya baik kepada sesame manusiamaupun terhadap alam sekitarnya.
Dengan akhlak yang mulia manusia dapat memperoleh kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Secara garis besar akhlak itu dibagi dua macam,
antara keduanya bertolak belakang efeknya bagi kehidupan manusia. Akhlak
tersebut adalah : Akhlak yang baik atau akhlak mahmudah dan akhlak yang buruk
atau akhlak mazmumah.
Islam memang memiliki kriteria yang sangat ketat
dalam persoalan guru, terutama berkaitan dengan akhlak. Guru hendaknya
berakhlak yang mahmuda, agar dapat menjadi contoh bagi anak didiknya. Hal ini
selain berguna bagi profesinya juga sangat berguna bagi keluarga, masyarakat
bahkan akhiratnya. kedudukan akhlak bagi guru adalah sangat penting dan
diperlukan dalam kehidupan yang akan membawanya kepada keselamatan dunia dan
akhirat.
Daftar Pustaka
Alwi,
Hasan, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka 2001
Chaerul.
Rochman, Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru Menjadi Guru Yang Dicintai
dan Diteladani Oleh Siswa, Bandung: Nuansa Cendekia, 2011
Drajat,
Zakia, Kepribadian Guru, Jakarta: Bulan Bintang. 1978
Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung: Gema Risalah Perss, 1992
Hamzah, B. Uno, Profesi
Kependidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008
Hasan,
M. Ali, Tuntunan Akhlak, Jakarta: Bulan Bintang, 1978
Hawi, Akmal, Kompetensi
Guru PAI, Jakarta: Rajawali Perss, 2013
Jallaludin, dan
Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada,1999
Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 1998
Tatapangarsa,
Humaidi, Pengantar Kuliah Akhlaq, Surabaya: Bina Ilmu, 1994
Ulwan, Abdullah
Nashih, Pedoman Pendidikan Anak, Jilid 2, Semarang: Asy-Syifa’, 1981.
Ya’qub, Hamzah, Etika
Islam, Bandung: CV Divonegoro, 1985.
_____________, Etika
Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, Bandung: CV Divonegoro, 1993.
Yunus, Mahmud, Kamus
Arab Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1989
Zaini, Herman
dan Muhtarom, Kompetensi Guru PAI, Palembang: Neor Fikry, 2015.
Zainudin, dkk, Seluk
Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991
[1]
Hasan Alwi, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. 2001. Hal. 1160
[2]
Mahmud Yunus, Kamus
Arab Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung. 1989. Hal. 103
[3]
Akmal Halwi, Kompetensi
Guru PAI, Jakarta: Rajawali Pers. 2013. Hal. 288
[4]
Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia. 1998. Hal 181
[5] Ibid.
Hal. 290
[7]
B. Uno Hamzah, Profesi
Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2008. Hal. 89
[8]
Zainudin, Dkk. Seluk
Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara. 1991. Hal. 57
[9]
Zakia Dradjat, Kepribadian
Guru, Jakarta: Bulan Bintang. 1978. Hal. 121
[11]
Nurfaudi Roqib,
Kepribadian Guru, Yogyakarta: Grafindo Litera Media. 2009. Hal 55-56
[12]
Hamzah Ya’qub. Etika
Ialam, Bandung: CV Divonegoro. 1985. Hal. 11
[13] Humaidi
Tatapangarsa. Pengantar Kuliah Akhlak. Surabaya: Bina Ilmu. 1994. Hal.
13
[14]
Hamzah Ya’qub. Ibid.
Hal. 11
[15]
Humaidi
Tatapangarsa. Ibid. Hal 14
[16]
Heman zaini, kompetensi furu PAI, Palembang: neor fikry. 2015. hal
[17]
Akmal Alwi. Op.Cit.
Hal. 303
[18] Akmal Alwi. Ibid.
Hal. 305
[19]
M. Ali Hasan, Tuntunan
Akhlak, Jakarta: Bulan Bintang. 1978. Hal. 11
[20]
M. Ali Hasan. Ibid.
Hal 11
[21]
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung: Gema Risalah Pers. 1992. Hal.
670
[22]
Hamzah Ya’qub, Etika
Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, Bandung: Diponegoro. 1993. Hal. 95
[23]
Hamzah Ya’qub. Ibid.
Hal. 97-98
[24]
M. Ali Hasan. Op.Cit.
Hal. 10
[25]
Hamzah Ya’qub. Op.Cit.
Hal 10
[27]
Jalaluddin dan
Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan, Jakarta:
Raja Grafindo Persada. 1999. Hal. 61-62
[29]
Akmal Alwi. Op.Cit.
Hal. 306-308
[31]
Chaerul Rahman.
Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru Menjadi Guru Yang Dicintai Dan
Diteladani Oleh Siswa. Bandung: Nuansa Cendekia. 2011. Hal. 50
Terimakasih kak, sangat membantu..
BalasHapus