Sabtu, 04 November 2017

makalah keteladanan dan akhlak guru, mata kuliah kompetensi guru PAI

KETELADANAN DAN AKHLAK GURU
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kompetensi Guru PAI
Dosen Pengampu: DR. Hj. Rahmawati Rahim

Disusun Oleh:
1.    Reni Rapita           (14210194)
2.    Nurwin Sugesti     (14210174)
3.    Putri Wulan Sari   (14210185)
4.    Ratna Dewi           (14210192)
5.    Risma Umaroh      (14210201)




PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2015



Peta Konsep Keteladanan Dan Akhlak Guru

 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menurut Edi Suardi yang dikutip oleh Ramayulis dalam bukunya ilmu pendidikan islam, bahwa keteladanan guru itu ada dua macam, yaitu :
  1. “ Sengaja berbuat untuk secara sadar ditiru oleh anak didik.
  2. Berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang akan kita tanamkan pada terdidik sehingga tanpa sengaja menjadi teladan bagi terdidik” (Ramayulis, 1998 : 181).
Keteladanan ini merupakan perilaku seseorang yang sengaja ataupun tidak sengaja dilakukan dan dijadikan contoh bagi orang yang mengetahui atau melihatnya. Pada umumnya keteladanan ini merupakan contoh tentang sifat, sikap dan perbuatan yang mengarah kepada perbuatan baik untuk ditiru atau dicontoh. Dan dengan demikian dapat kami simpulkan dari keteladanan guru ialah suatu perbuatan atau tingkah laku yang baik, yang patut ditiru oleh anak didik yang dilakukan oleh seorang guru di dalam tugasnya sebagai pendidik, baik tutur kata ataupun perbuatannya yang dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh murid, baik di lingkunagan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Dan mengingat keteladanan guru ini sangat berpengaruh dalam pembentukan dan pembinaan akhlak, maka seorang pendidik hendaklah mempunyai akhlak dan kepribadian yang baik, sehingga inti kewibawaan yang sangat penting dalam pendidikan akan datang dengan sendirinya.
Adapun urgensi keteladanan akhlak guru-pendidik ialah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku. Keteladanan akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, sebab tabiat jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Dan dengan menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang begitu panjang. Pendidikan itu tidak akan sukses, tanpa diiringi dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Metode keteladanan akhlak guru-pendidik ini diyakini menjadi metode yang paling efektif yang harus dipraktikkan oleh guru, terutama dalam rangka membentuk pribadi-pribadi yang memiliki karakter, memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Metode ini juga telah banyak digunakan oleh generasi terdahulu. Akhlak yang mulia adalah perilaku yang didasarkan pada ajaran-ajaran agama, norma-norma sosial dan tidak bertentangan dengan aday istiadat masyarakat setempat. Dan oleh karena itu, akhlak mulia biasanya bersifat universal, yakni dapat diterima oleh siapa pun dan dimana pun.
Dan dari masalah keteladanan akhlak guru-pendidik ini menjadi faktor yang sangat penting baik dalam bidang akidah, ibadah, muamalah dan akhlak. Guru sebagai pendidik hendaklah dapat memberikan pengarahan dan nasehat semata, sementara. Ia sendiri tidak mengamalkannya. Adapun kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati posisi yang sangat penting sekali. Pentingnya akhlak ini tidak saja dirasakan oleh manusia dalam kehidupan perseorangan, akan tetapi ada juga dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat bahkan juga dirasakan dalam kehidupan berbangsa atau bernegara.
B.     Rumusan Masalah
Apa pengertian keteladanan dan akhlak guru? Bagaimana kriteria-kriteria keteladanan dan akhlak guru? Bagaimana cara urgensi keteladanan dan akhlak guru? Apa saja dasar dan tujuan akhlak guru? Apa sajakah macam-macam akhlak? Bagaimana seharusnya akhlak seorang guru dan  kedudukan akhlak bagi seorang guru?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Keteladanan
Keteladanan berasal dari kaa teladan  yang berarti sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh.[1] Sedangkan dalam bahsa arab adalah uswatun hasanah. Dilihat dari kalimatnya uswatun hasanah berasal dari dua kata yaitu uswatun dan hasanah, muhamad yunus mendefenisikan uswatun hasanah sama dengan qudwah yang berarti ikutan. Sedangkan hasanah diartikan sebagai perbuatan yang baik.[2] Jadi uswatun hasanah adalah suatu perbuatan yang baik seseorang yang ditiru atau diikuti orang lain.
Keteladanan ini merupakan prilaku seseorang yang disengaja ataupun tidak sengaja dilakukan dan dijadikan contoh bagi seseorang yang mengetahui dan melihatnya. Pada umumnya keteladanan ini merupakan contoh tentang sifat, sikap dan perbuatan yang mengarah kepada perbuatan baik untuk ditiru atau dicontoh
Dengan demikian keteladanan guru adalah suatu perbuatan atau tingkalau yang baik yang patut ditiru oleh anak didik yang dilakukan oleh seorang guru didalam tugasnya sebagai pendidik, baik tutur kata atau perbuatannya yang dapat diterapkan didalam kehidupan sehari-hari oleh murid, baik disekolah maupun dilingkungan masyarakat.[3]
Menurut edi suardi yang dikutif oleh ramayulis dalam bukunya ilmu pendidikan islam, bahwa keteladan guru itu ada dua macam yaitu:
1.        Sengaja berbuat untuk secara sadar ditiru oleh anak didik
2.        Berprilaku sesuai dengan nilai dan norma yang akan kita tanamkan pada terdidik hingga tanpa sengaja menjadi teladan bagi terdidik[4].

B.     Keteladanan Guru Dalam Pendidikan
Dalam proses pembelajaran, keteladanan guru meiliki peranan penting dalam mensukseskan keberhasilan. Mendidik tidak hanya sekedar memenuhi prasyarat administrasi dalam proses pembelajaran, tetapi perlu totalitas. Artinya ada keseluruhan komponen yang masuk didalamnya. Lebih khusus lagi adalah kepribadian seorang guru.
Kepribadian seorang guru sangatlah penting terutama didalam mempengaruhi kepribadian siswa. Karena guru dianggap memiliki status yang terhormat dan patut dicontoh, maka keteladanan guru menjadi penting. Selain itu, guru adalah seorang pendidik. Pendidikan itu sendiri memiliki arti menumbhkan kesadaran kedewasaan. Bahkan didalam islam arti pendidikan itu sangat beragam. Ada tiga pengertian secara garis besar perdebatan ilmuwan tentang arti dan asal usul kata pendidikan dalam islam.[5]
Kata At-Ta’lim merupakan masdar dari kata allama yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Dalam lexicology Al-Qur’an, paradigma keteladanan guru berakar dari penunjukan kata tarbiyah yang merujuk pada pengertian pendidikan tidak implicit. Namun penunjukannya dapat dilihat dari isttilah lain: Al-Rabb, Rabbayani, Nurabbi, Rabbaniy. Sayyid qutb menafsirkan istilah at-tarbiyah sebagai upaya pemeliharaan jasmaniya peserta didik dan membantunya dalam rangka menumbuhkan kematangan sikap mental sebagai pancarann akhlakul kariamah pada diri peserta didik. Dari pandangan tersebut, memberikan pengertian bahwa istilah at-tarbiyah mencangkup semua aspek pendidikan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik baik yang mengcakup aspek jasmaniyah mupun rohaniah.
Kata At-Ta’dib merupakan masdar dari kata addaba yang dapat diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertujuh pada pembinaan dan penyempurnaan ahlak atau budi pekerti peserta didik. Orientasi kata At-Ta’dib lebih terfokus pada upaya pembentukan pribadi yang berakhlak mulia. Pencapaian akhlak mulia peserta didik, didominasi keteladanan guru. dari pengertian tersebut, yang terpenting menurut penulis adalah bagaimana keteladanan guru dalam membimbing anak didik untuk menjadi orang yang berkualitas dengan berlandaskan nilai-nilai agama. Sehingga nantinya anak didik dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran islam secara menyeluruh serta menjadikannya sebagai pandangan hidup didunia dan diakhirat.[6]
Pendidikan sebagai wujud transpormasi ilmu tidak hanya sekedar pengetahuan tetapi juga nilai. Hal inilah letak penting keteladanan guru dalam menanamkan nilai-nilai kepada siswa. Oleh karena itu, para pendidik hendaknya bercermin pada diri Rasulullah dalam berakhlak, yakni berakhlak mulia dan kesantunan yang tinggi. Karena sikap seperti inilah saranan yang paling baik dalam mengajar dan mendidik karena seorang murid biasanya akan bersikap sebagaimana sikap gurunya. Ia akan lebih meniru sikap seorang guru dari pada sikap orang lain. Jika seorang guru memiliki sikap terpuji, maka sikapnya itu akan berdampak positif bagi muridnya. Dalam jiwanya akan terpatri hal-hal baik yang tidak akan dilakukan meski dengan berpuluh-puluh nasehat dan pelajaran.
C.    Guru Sebagai Suri Tauladan
Pada dasarnya perubahan prilaku yang dapat ditunjukan oleh peserta didik harus dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru. Atau dengan perkataan lain, guru mempunyai pengaru terhadap perubahan prilaku peswrta didik. Untuk itulah guru harus dapat menjadi contoh (suri teladan) bagi peserta didik, karena pada dasarnya guru adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu komunitas aau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan yang daapat digugu dan ditiru.
Seorang guru sangt berpengaruh terhadap hasil belajar yang dapt ditunjukan oleh pesrta didiknya. Untuk itu,apabila seseorang ingin menjadi guru yang profisional maka sudah seharusnya ia dapat selalu meningkatkan wawasan pengetahuan akademis dan peraktis melalui jalur pendidikan berjenjang ataupun up grading dan atau pelatihan yang bersifat in service taining dengan rekan-rekan sejawatnya. Perubahan dalam cara mengajar guru dapat dilatihkan melalui peningkatan kemampuan mengajar sehingga kebiasan lama yang kurng efektip dapat segera terdeteksi dan perlahan-lahan dihilangkan. Untuk itu, maka perlu adanya perubahan kebiasaan dalam cara mengajar guru yang diharapkan akan berpengarauh pada cara belajar siswa, diantarnya sebagai berikut.
1.        Memperkecil kebiasaan cara mengajar guru baru (calon guru) yang cepat merasa puas dalam mengajar apabila banyak menyajikan informasi (ceramah) dan terlalu mendominasi kegiatan belajar peserta didik.
2.        Guru hendaknya berperan sebagai pengara, pembimbing, pemberi kemudahan dengan menyediakan berbagai fasilitas belajar, bantuan bagi peserta yang mendapat kesulitan belajar, dan pencipta kondisi yang merangsang dan menantang peserta didik untuk berpikir dan bekerja (melakukan)
3.        Mengubah dari sekedar metode ceramah deengan berbagai pariasi metode yang lebih relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang baru merasa belajar dann puas kalau banyak mendengarkan dan menerima informasi (diceramahi) guru, atau baru belajar kalau ada guru.[7]

D.    Kriteria-Kriteria Keteladanan
Menurut al-ghazali yang dikutip oleh zainuddin dkk, bahwa criteria-kriteria keteladanan adalah sebagai berikut:[8]
1.        Sabar
2.        Bersifat kasih dan tidak pilih kasi
3.        Sikap dan pembicaraannya tidak main main
4.        Menyantuni serta tidak membentak orang yang bodoh
5.        Membimbing dan mendidik murid-murid yang bodoh degan sebaik-baiknya
6.        Besikap tawadu’ dan tidak takabur
7.        Menampilkan hujjah yang benar
Sedangkan menurut prof. Dr. Zakia Drajat, Kriteria kriteria keteladanan guru adalah : suka bekerjasaa dengan demokratis, penyayang, menghargai kepribadian anak didik, sabar, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, adil, ada perhatian terhadap persoalan anak didik, lincah, mampu memimpin secara baik.[9]
Dari kedua pendapat diatas, secara garis besar dapat disimpulkan bahw criteria-kriteria keteladanan meliputi:
a.         Bersikap adil terhadap sesama murid
Seorang guru harus memperlakukan anaak didik dengan cara yang sama antara satu dngan yang lainnya, karena anak didik tajam pandangnnya terhadap perlakuan yang tidak adil. Dalam hal ini guru harus memperhatiakn semua muridnya, tidak boleh bersifat pilih kasih, seperti guru lebih memperhatiakn murid-murid yang lebih pandai dari pada yang lainnya
b.        Berlaku sabar
Sikap sabar perlu dimiliki oleh guru, karena pekerjaan guru daklam mendidik sisa tidk dapat ditunjukan dan tidak dapa dilihat hasilnya secara seketika didalam membe4ikan teladan. Hasil usaha guru dalam memberikan penddikan dapat dipetik buahnya dikemudian.
Selain itu juga guru menghadai siswa yang mempunyai waak yang berbeda tyang tentu saja mempunyai keinginan yang berbeda pula, oleh karena iti sifat sabar sangat penting dan harus dimiliki oleh guru dalam mendidik dan membimbing mereka.
c.         Bersifat kasih dan penyayang
Sebagai seorang pendidik dan pembimbing sift terpenting yang harus dimiliki oleh guru adalah lemah lembut dan kasih sayang. Apabila murid merasa diperlakuan dengan kassih sayang ole gurunya, ia akan merasa percaya diri dan tentram berdampingan dengannya
Guru hendaknya menghindarkan diri dari menggunakan kekejaman dalam memperhalus prilaku murid. Didalam membimbing murid hendaknya guru menerapkan metode kasi sayang, bukan pencelaan. Apabila murid berakhlak buruk, sedapat mungkin guru hendaknya mnggunakan kiasan atau lemah lembut, jangan terang-terangan atau celaan. Jika guru selalu menggunakan celaan, maka secara tidak langsung ia mengajarkan unuk berani melawan dan menentang serta lari dan takut kepada guru.
d.        Berwibawa
Seorang guru hendaklah mempunyai kewibawaan, maksudnya adalah apa yang dikatakan oleh guru baik itu perintah, larangan atau nasihat yang diberikan kepada murid diikuti dan dipatuhi, sehingga semua murid hormat dan segan kepada guru. Patuhnya seorang murid bukan karena takut tapi karena segan.
e.         Menjauhkan diri dari perbuatan tercelah
Suatu hal yang sangat penting yang harus dijaga oleh seorang guru adalah tingkahlaku dan perbuatannya, mengingat guru adalah pembimbing murud-murid dan menjadi tokoh yang akan ditiru, maka kepribadiannya pun menjadi teladan bagi murid-muridnya
f.         Memiliki pengetahuan dan ketrampilan
Untuk mengajar, sorang guru harus membekali diri dengan berbagai ilmu pengetahuan disertai pula seperangkat latihan ketrampilan keguruan. Semua itu akan menyatu dalam diri seorang guru hingga merupakan seorang yang berpribadi khusus, yakni ramuan dari pengetahuan, sikap dan ketrampilan keguruan serta penguasaan beberapa ilmu pengetahuan yang akan ditranspormasikan kepada anak didik, sehingga mampu membawa perubahan didalam tingkah laku anak didik.
g.        Memdidik dan membimbing
Seorang guru menjadi pendidik sekaligus pembimbing. Sebgai pendidik guru harus berlaku membimbing, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik, termasuk dalam hal ini, yang penting ikut memecahkann persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik
h.        Bekerjasama dengan demokratis
Maksudnya adalah dalam menndidik murid, tidak hanya dilakukan oleh seorang guru saja, namun harus ada kerjasama yang baik dari sesame guru. Jika guru-guru saling bertentangan maka murid-murid tidak tahu apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. Dalam hal ini dituntut adanya hubungan baik dan interaksi antara guru, guru dengan anak didik, guru dengan pegawai, pegawai dengan anak didik.

E.     Urgensi Keteladanan
Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk prilaku. Cara yang cukup efektif dalam pembinaan akhlah adalah melalui keteladanan akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, intruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan itu. Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang. Pendidikan itu tidak akan sukses, tanpa diiringi dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.[10]
Masalah keteladanan menjadi factor penting dalam bidang akidah, ibadah, muamalah dan akhlak. Guru sebagai pendidik hendaklah dapat memberikan contoh yang baik dari dirinya sendiri, jangan hanya memberikan pengarahan dan nasihat semata, sementara ia sendiri tidak mengamalkannya. Dalam hal ini dijelaskan dalam Al-qur’an surat ash-shaff ayat 3 yang artinya:
amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat”
Dari ayat diatas jelas bahwa dalam memberikan pendidikan atau mengarahkan seseorang itu hendaklah dimulai dari diri kita sendiri, sebelum kita menyuruh seseorang berbuat baik, hendaklah terlebih dahulu kita mengerjakan kebaikan tersebut.
F.     Keteladanan Guru PAI
“keteladanan akan dapat membangun hubungan, memperbaiki kredibilitas, dan meningkatkan pengaruh”
Dari paparan diatas, secara sederhanan dapat disimpulkan bahwa salah satu aspek penting yang langsung atau tidak langsung mempengaruhi terhadap kesuksesan seorang guru dalam menjalankan tugasnya adalah factor kepribadian. Kepribadian yang akan menentukan apakah seorang guru akan menjadi pendidik dan Pembina yang baik bagi para siswanya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan siswanya. Factor kepribadian akan semangkin menentukan peranannya pada siswa yang masih kecil dan yang sedang mengalami keguncangan jiwa.
Sebagai guru pendidikan agama islam maka sewajarnya guru PAI memiliki kepribadian yang seluruh aspek kehidupannya adalah “uswatun hasanah”. Pribadi guru adalah uswatun hasanah. Betapa tingginya derajat seorang guru sehingga wajarlah bila guru diberi berbagai julukan yang tidak akan ditemukan pada profesi lain.
1.        Takwa kepada Allah SWT
Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan islam, tidak mungkin mendidik anak didik bertkwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak brtakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya sebagaimana Rasulullah SAW. menjadi teladan bagi umatnya. Sejauh man guru mampu member teladan yang baik kepada semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia akan diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan mulia.
2.        Berakhlak mulia
Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Diantara tujuan pendidikan iaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya u8ntuk mendidik.
Yang dimaksud akhlak mulia dalam ilmu pendidikan islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran islam, seperti yang dicontohkan pendidik utama, Nabi Muhammad SAW. kegiatan mengajar/ mendidik sikap guru sangat pentin. Berhasilnya mengajar sangat ditentukan oleh sifat dan sikap guru.
3.        Adil, jujur dan objektif
Adil, juror dan objektif dalam memperlakukan dan juga menilai siswa dalam proses belajar mengajar merupkan hal yang harus dilakukan oleh guru. Sifat-sifat ini harus ditunjang oleh penghayatan dan pengamalan nilai-nilai moral dan nilai-nilai social budaya yang diperoleh dari kehidupan masyarakat dan pengalaman belajar yang diperolehnya. Jangan sampai guru melakukan sebuah tindakan yang tidak adil, tidak jujur dan subjektif. Tindakan negative semacam ini tidak hanya tidak boleh dilakukan oleh seorang guru dalam kaitannya aktifitas mendidik, tetapi juga ketika sudah dalam kehidupan masyarakat.
4.        Berdisiplin dalam melaksanakan tugas
Disiplin muncul dari kebiasaan hidup dan kehidupan disiplin muncul dari kebiasaan hidup dan kehidupan, belajar yang teratur, serta mencintai dan menghargai pekerjaannya. Disiplin adalah bagian dari mentalitas dan kebiasaan yang harus dibangun dengan landassan cinta dan kasih sayang. Budaya disiplin tidak akan terwujud manakalah guru justru sering melanggrnya. Guru harus menjadi teladan sebagai sosok yang dapat dicontoh dalam hal kedisiplinannya.
5.        Ulet dan tekun bekerja
Keuletan dalam ketekunan bekerja tanpa mengenal lelah dan pamri hal yang harus dimiliki pribadi guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga program yang telah digariskan dalam kurikulum yang telah ditetapkan berjalan sebagaimana  mestinya.
6.        Berwibawa
Kewibawaan harus dimiliki oleh guru, sebab dengan kewibawaan proses belajar mengajar akan terlaksanan dengan baik, berdisiplin, dan tertib. Dengan demikian kewibawaan buakan taat dan patuh pada peraturan yang berlaku sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh guru.[11]

G.    Pendidikan Butuh Keteladanan
Mencapai meraknya aksi-aksi plagiarisme dalam pendidikan, mendiknas Muhammad nuh (2010) mengatakan bahwa phenomena ini merupakan pertanda lunturnya nilai-nilai moralitas dan susilah. M. nuh menguraikan bahwa revitalisasi pendidikan karakter mulia dari tingkat dasar (SD) hingga universitas/ perguruan tinggi (PT) mutlak dilaksanakan sebagai solusi pemecahan. Namun seiring dengan maraknya aksi pencabulan yang dilakukan oknum pendidik kepada anak didiknya belakangan ini, tentu mengundang kegelisahan semua pihak.
Bagaimana bisaa menciptakan pribadi yang berkarakter disekolah ketika tenaga pendidiknya justru memiliki karakter yang amoral? Lalu bagaimana dengan pepata lama yang menyebut “guru kencing berdiri murid kencing berlari”?
F.W. Foerstar pedagog pertama dari jerman yang mengungkapkan urgensi pendidikan karakter. Baginya karakter merupakan sesuatu yang menentukan kualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman hidup.
Dalam pembentukan karakter, pendidikan harus mampu mendampingi peserta didik melewati proses the ascent of man. Hal ini dilatar belakangi realitas bahwa dalam diri peserta didik terdapat dua kutub dorogan esensial; (1) dorongan mempertahankan diri dari eksternal yang ditandai dengan adaptasi evolusioner dan revolusioner, dan (2) dorongan pengembangan diri. Ketika peserta didik mampu menyeimbangkan dua kutub tersebut, maka dirinya akan menjadi pribadi berkarakter matang, yang mana kematangan inilah yang akan berperan besar dalam penentuan keberhasilandiri peserta didik pada pendakian terjal perjalanan hidupnya.
Pengimplementasian pendidikan karakter di sekolah berbenturan  dengan kendala; (a) kurang trampilnya para guru menyampaikan item pendidikan karakter dalam kegiatan belajar mengajar, (b) focus sekolah untuk mengejar target-target akademik, terutama lulus ujian nasional, dan (c) kurangnya keteladanan disekolah  maupun stake holder yang terkait.
Selain keteladanan, pembiasaan merupakan bagian yang penting untuk ditanamkan kepada peserta didik kita misalnya, menteri pendidikan menjadi teladan bagi kepala dinas pendidikan dilevel provinsi kepala dinas level provinsi menjadi teladan bagi kepala dinas level kabupaten begitu seterusnya hingga guru menjadi teladan bagi anak didiknya. Keteladanan dan pembiasaan ini akan memberikan kontribusi positif bagi proses perkembangan karakter peserta didik.
H.    Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa arab jama’ dari khuluq yang menurut logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at.[12] Dalam kehidupan sehari-hari akhlak disamakan artinya dengan arti kata budi pekerti atau kesusilaan atau sopan santun.[13]
Kata akhlak erat kaitannya dengan kata khaliq yang berarti pencipta dan kata makhluq berarti yang diciptakan. Kemungkinan kata akhlak ini dirumuskan dengan adanya hubungan baik antara khaliq dan makhluk dan antara makhluk dan makhluk.[14]
Imam Al-Ghazali mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
“Akhlak adalah suatu sikap yang tertanam dalam jiwa yang dari sifat-sifat itu timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (terlebih dahulu)”. Ibn Maskawih menyatakan akhlak ialah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.[15]
Prof. Dr. Ahmad Amin mengartikan akhlak adalah “adatul iradah” atau kehendak yang dibiasakan. Menurut Dr. Abdullah Dirroz mengemukakan bahwa akhlak adalah “sesuatu kekuatan dalam kehendak  yang mantap, kekuatan dan kehendak berkombinasi membawa kecendrungan kepada pemilihan yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak buruk).[16]
Pengertian ini menunjukan pada ketetapan jiwa yang dapat menimbulkan perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan, sehingga mudah dilakukan dan tanpa memerlukan pemikiran. Jadi dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah suatu perangai atau tingkah laku manusia dalam pergaulan sehari-hari. Perbuatan-perbuatan itu timbul dengan mudah tanpa direncanakan terlebih dahulu karena sudah menjadi kebiasaan. Apabila dari perangai tersebut timbul perbuatan-perbuatan yang baik danterpuji menurut akal sehat dan syariat, maka ia disebut sebagai akhlak yang baik. Dan apabila dari perangai itu timbul perbuatan yang buruk maka ia disebut akhlak yang buruk.
I.       Peranan Guru Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak bertujuan untuk membentuk identitas diri menuju kematangan pribadi. Seseorang dikatakan memiliki kematangan kepribadian apabila memiliki cita-cita, tujuan, dan program baik jangka pendek maupun jangka panjang dalam kehidupan sehari-hari dan dilaksanakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang yang diinginkan. Penanaman akhlak diutamakan agar para peserta didik tidak mengalami kegoncangan pikiran dan jiwanya dalam menemukan solusi dari problem yang dihadapinya. Sehingga pendidikan yang pertama dan utama adalah pembentukan keyakinan kepada Allah SWT yang diharapkan dapat melandasi sikap, tingka laku dan kepribadian siswa. Dalam pemahaman pendidikan akhlak ini, diharapkan siswa dapat menumbuhkan dan meningkatkan keimanan kepada Allah yang diujudkan dengan sikap terpuji, berbuat baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain, serta dapat menyeimbangkan kemajuan zaman dengan ilmu dan keimanan, serta keselarasan hubungan dengan sesame manusia dan lingkungannya.[17]
Membiasakan peserta didik untuk bersabar ketika mereka sedang menghadapi suatu musibah. Dan guru memberikan mereka motivasi agar mereka kuat menghadapi semua dan membimbing mereka agar mereka terbiasa berbuat baik sesuai dengan ajaran agama. Guru mengajarkan peserta didik agar tidak curang dalam segala hal. Guru hendaknya mampu membantu setiap siswa untuk secara efektif dapat mempergunakan berbagai kesempatan belajar dari berbagai sumber serta media belajar.[18]
J.      Tujuan Akhlak dan Dasar Akhlak
Menurut M. Ali hasan tujuan pokok akhlak adalah “agar setiap manusia berbudi pekerti (berakhlak), bertingka laku, berperangai atau beradat istiadat yang baik, yang sesuai dengan ajaran islam.[19]
Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa tujuan daripada akhlak adalah agar setiap manusia dapat bertingkah laku dan bersifat baik serta terpuji. Akhlak yang mulia terlihat dalam penampilan sikap pengabdiannya terhadap Allah SWT., dan kepada lingkungannya baik kepada sesame manusiamaupun terhadap alam sekitarnya. Dengan akhlak yang mulia manusia dapat memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Akhlak merupakan cerminan dari pada umat islam yang tentusaja mempunyai dasar. Dan dasar inilah yang harus dhayati dan diamalkan agar tercipta akhlak yang mulia.
Menurut M. Ali Hasan dalam bukunya yang berjudul tuntunan akhlak mengemukakan  bahwa yang menjadi dasar sikaf seseorang itu baik atau beruk itu adalah Al-qur’an dan as-sunah.[20] Apa yang baik menurut Al-Qur’an dan As-Sunah, itulah yang baik untuk dikerjakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya apa yang buruk menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah berarti itu tidak baik dan harus ditinggalkan.
Adapun sunah menjadi dasar akhlak yang kedua setelah Al-Quran dalam pembentukan akhlak manusia. Firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21 menyatakan:
sesungguhnya telah ada pada diri rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu” (QS Al-Ahzab: 21)[21]
Ayat diatas menjelaskan bahwa pada diri nabi Muhammad terdapat contoh yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam membentuk pribadi yang berakhlak mulia karena nabi Muhammad selalu memedomani Al-Qur’an. Dengan demikian, segala bentuk prilaku manusia yang menyatakan dirinya muslim hendaknya dapat merealisasikan kedua sumber tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
K.    Macam-Macam Akhlak
Secara garis besar akhlak itu dibagi dua macam, antara keduanya bertolak belakang efeknya bagi kehidupan manusia. Akhlak tersebut adalah :
1.        Akhlak yang baik atau akhlak mahmudah
2.        Akhlak yang buruk atau akhlak mazmumah
Akhlak mahmudah ialah segala tingkah laku yang terpuji (yang baik) yang biasa juga dinamakan “fadlillah” (kelebihan). Adapun kebalikan dari alhlak mah,udah adalah akhlak mazmumah yang berarti tingkah laku yang tercelah atau akhlak yang jahat (qobihah).[22] Jadi akhlak mahmudah adalah akhlak yang baik, yang terpuji, yang tidak bertentangan dengan hukum syara’ dan akal pikiran yang sehat yang harus dianut dan dimiliki oleh setiap orang. Sedangkan akhlak mazmumah adalah akhlak yang buruk dan tercelah serta bertentangan dengan ajaran agama islam.
Adapun yang tergolong akhlak mahmuda diantaranya adalah: setia (al-amanah), pemaaf (al-afwuh), benar (ash-siddiq), menepati janji (al-wafah), adil (al-adl), memelihara kesucian diri (al-ifafah), malu (al-haya’), berani (as-syaja’ah), kuat (al-quwwah), sabar (as-shabru), kasih sayang (ar-rahmah), murah hati (as-sakha’u), tolong menolong (at-ta’awun), damai (al-ishlah), persaudaraan (al-ikha’), silaturahmi, hemat (al-iqtishad), menghormati tamu (adl dliyafah), merendah diri (at-tawadlu’) menundukan diri kepada Allah SWT (al-khusyu’), berbuat baik (al-ihsan), berbudi tinggi (al-muru’ah), memelihara kebersihan badan (an-nadhafah), selalu cenderung pada kebaikan (as-salihah), merasa cukup dengan apa yang ada (al-qonaqah), tenang (as-sakinah), lemah lembut (ar-rifqu) dan sikap-sikap baik lainnya.[23]
Menurut M.Ali Hasan diantara akhlak yang baik adalah
1.        Benar
2.        Amanah
3.        Menepati janji
4.        Sabar (tabah0
5.        Pemaaf
6.        Pemurah, dll[24]
Sedangkan yang tergoling akhlak mazmumah diantaranya adalah
1.        Sombong
2.        Dengki
3.        Dendam
4.        Mengadu domba
5.        Mengumpat
6.        Riyak
7.        Khianat[25]
Menurut Dr. H. Hamzah Ya’kub akhlak mazmumah ialah setiap sifat dan sikap yang meliputi: “egoistis (ananiah), lacur (al-baghyu), kikir (al-bukhlu), dusta (al-buhtan), minum khamer (al-khamru), khianat (al-khianah), aniayah (ad-dhulmu), pengecut, perbuatan dosa besar (al-fawahisy), amarah (al-ghadhab), curang dan culas (al-ghasysyu), mengumpat (al-ghibah), adu domba (an-namimah), menipu daya (al-ghurur), dengki (al-hasad), dendam (al-hiqdu), berbuat kerusakan (al-ifsad), sombong (al-istikbar), mengingkari nikmat (al-kufran), homo seksual (al-liwath), membunuh (qatlunnafsi), makan riba’ (ar-riba’) ingin dipuji (ar-riya’), ingin didengar kelebihannya (as-sum’ah), berolol-olok (as-sikhriyyah), mencuri (as-sirqah), mengikuti hawa nafsu (as-syahawat), boros (at-tabzir), tergopoh-gopoh (al-‘ajalah) dan sikap-sikap jelek lainnya.[26]
Dilihat dari segi sasarannya akhlak dibagi menjadi tiga macam iyaitu akhlak kepada Allah SWT, akhlak kepada sesame manusia dan akhlak kepada lingkungan hidup.
Akhlak amnesia kepada Allah SWT antara lain sebagai berikut:
1.        Beriman kapada-Nya
2.        Taat dalam melaksanakn perintah-Nya dan menjauhi larangannya
3.        Ikhlas dalam beribadah kepada-Nya
4.        Tadlarru’ dan khusuk
5.        Ar-raja’ (optimism) ad-du’a
6.        Husnud-dzan pada Allah
7.        Tawakkal dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan yang telah direncanakan dengan mantap
8.        Tasyakur dan qona’ah atas pemberian Allah SWT
9.        Malu mengerjakan kejahatan dan malu meninggalkan kebaikan
10.    Taubat dan istighfar apabila berbuat dosa.
Menurut Dr. H. Jalaluddin dan Drs. H. Usman Said bahwa akhlak terhadap Allah SWT meliputi:
1.        Mengabdi kepada Allah SWT dan tidak mempersekutukannya
2.        Tunduk dan patuh hanya kepada Allah
3.        Berserah diri pada ketentuan Allah
4.        Bersyukur hanya kepada Allah
5.         Ikhlas menerima keputusan Allah
6.        Penuh harap kepada Allah
7.        Takut kehilangan rasa patuh kepada Allah SWT
8.        Taku akan siksa Allah SWT
9.        Takut akan kehilangan rahmat Allah SWT
10.    Mohon pertolongan kepada Allah SWT
11.    Cinta dan penuh harap kepada allah SWT[27]
Mengenai akhlak sesame manusia, akhlak mempunyai peranan yang mnentukan dalm kehidupan dan pergaulan sehari-hari. Orang yang berakhlak mulia di setiap tempat mudah diterima orang, disenang oleh lingkungannya, mudah di percaya oleh setiap orang yang berhubungan dengannya. Oleh karenanya menjadi lapanglah rezekinya dan menjadi mudah segala urusannya. Kehadirannya menentramkan lingkungan dan kepergiannya di tangisi. Secara garis besar, akhlak terhadap sesame manusia meliputi sikap yang baik seperti:
1.        Menghormati dan menghargai perasaan kemanusiaan
2.        Memenuhi janji dan pandai berterimakasih
3.        Saling menghargai
4.        Menghargai status manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia.
Selanjutnya akhlak terhadap lingkungan hidup. Manusia yang dijadikan Allah sebagai khalifah di muka bumi ini telah di bebani tanggung jawab untuk memelihara kelestarian alam. Islam menganjurkan setiap muslim untuk menunjukan sikap yang serasi kepada alam lingkungannya. Diantara sikap yang dianjurkan adalah :
1.        Memperlakukan binatang dengan baik.
2.        Menjaga dan memelihara kelestarian alam[28]
Dengan demikian, akhlak yang baik tidak hanya diperuntukan kepada Allah SWT atau sesame manusia saja melainkan juga terhadap sesame makhluk Allah SWT yang diciptakan di alam ini. Tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan atau setidaknya mempunyai dampak negative baik bagi diri sendiri maupun bagi lingkungan di nilai sebagai perbuatan tercela.
L.     Kriteria Guru Menurut Para Ulama
Imam Al-Ghazali memiliki empat syarat utama bagi guru yakni: cerdas, sempurna akalnya, baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Selain itu Al-Ghazali menambahkan pula delapan kriteriayaitu:
1.        Memilikisifat kasih sayang
2.        Tidak menuntut upah atas ilmuyang diajarkannya (kecuali untuk menutup ongkos yang harus dia keluarkan, seperti trasfortasi dan sebagainya)
3.        Bisa mengarahkan murid-muridnya
4.        Menggunakan cara yang simpatik
5.        Bisa menjadi panutan
6.        Memahami individu tiap murid yang bisa berbeda satu sama lain.
7.        Memahami perkembangan jiwa murid-muridnya
8.        Tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang diajarkan.
Ibn Jamaah seorang ilmuan besar mesir mengemukakan enam criteria guru yang baik
1.        Menjaga akhlak
2.        Tidak menjadikan profesi guru untuk menutupi kebutuhan ekonominya
3.        Mengetahui situasi yang terjadi pada lingkungan social dan kemasyarakatan.
4.        Menunjukan kasih sayang dan kesabaran
5.        Adil dalam memperlakukan anak didik
6.        Berupaya maksial dalam menolong anak didiknya mencapai pemahaman yangbenar
Ibn taimiyah mengemukakan empat syarat bagi guru: (1) guru merupakan penerus nabi dalam menyampaikan ilmu-ilmu kebenaran. Oleh karnanya guru wajib senantiasa mencontoh prilaku hidup nabi, (2) guru harus bisa jadi panutan bagi murid-muridnya, (3) serius dan tidak semberono dalam mengajar, (4) berusaha untuk terus menambah keilmuannya.
Ibn maskawaih bahkan menempatkan posisi guru diatas orang tua lantaran keutamaan yang seharusnya dimiliki seorang guru. Menurut beliau, seorang guru lebih banyak berperan dalam mendidik kejiwaan anak didiknyadalam rangka mencapai kebahagiaan sejati, yakni keridaan Allah SWT di dunia dan di akhirat. Oleh karena itulah, seseorang guru sejati adalah yang bisa senantiasa menunjukan kepribadian yang mencontohkan kepribadian nabi. Selain criteria guru sejati, Ibn Maskawaih menetapkan pula criteria “guru biasa” yang harus memenuhi persyaratan: (1) bisa dipercaya, (2) pandai, (3) dicintai, (4) sejarah hidupnya tidak tercemar dalam masyarakat, (5) bisa menjadi panutan, (6) akhlaknya lebih mulia daripada murid-muridnya.[29]
Demikian criteria yang dibuat oleh para ulama, dari kesemuanya itu dapat kita lihat bahwa akhlak guru menempati posisi terpenting yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu, sudah septutnya apabila kita mulai memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini. Jangan sampai kita serahkan anak-anak kita pada guru yang tercelah akhlaknya. Sungguh amat sangat memalukan ketika membaca berita di media massa dengan headline “guru agama melakukan tindakan amoral terhadap muridnya”
M.   Akhlak Guru dan Kedudukan Akhlak Bagi Guru
Islam memang memiliki kriteria yang sangat ketat dalam persoalan guru, terutama berkaitan dengan akhlak. Guru hendaknya berakhlak yang mahmuda, agar dapat menjadi contoh bagi anak didiknya. Hal ini selain berguna bagi profesinya juga sangat berguna bagi keluarga, masyarakat bahkan akhiratnya. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan pada mayoritas sekolah umum, yang hamper tidak pernah melihat akhlak calon guru-gurunya, melainkan hanya melihat ijazah pendidikan akademisnya. Bahkan untuk guru agama sekalipun. Sekolah tidak merasa perlu untuk menelusuri latar belakang dan akhlak keseharian dari sang calon guru.
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati posisi yang sangat penting.pentingnya akhlak ini tidak saja dirasakan oleh manusia dalam kehidupan perseorangan, tetapi juga dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat bahkan juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Akhlak adalah mustika hidup yang membedakan hidup manusia dengan hidup hewan. Manusia tanpa akhlak akan kehilangan derajat kemanusiaannya sebagia makhluk tuhan yang paling mulia. Seseorang yang berakhlak mulia akan selalu melaksanakan kewajibannya dan memberikan hak yang diberikan kepada yang berhak. Orang yang berakhlak mulia selalu hidup dalam kesucian dengan selalu berbuat kebajikan yang mendatangkan manfaat bagi sesama manusia.[30]
Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa kedudukan akhlak bagi guru adalah sangat penting dan diperlukan dalam kehidupan yang akan membawanya kepada keselamatan dunia dan akhirat. Anak yang berakhlak mulia serta memiliki nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan yang kuat dalam kondisi bagaimanapun dan dimanapun akan selalu beorientasi pada kebaikan yang sesuai dengan al-quran dan sunah. Dengan kebaikan-kebaikan tersebut guru akan terhindar dari pelanggaran hukum, baik hukum Negara, etika keguruan maupun hukum agama. Dengan dasar iman dan akhlak yang mulia, maka seorang akan menjadi panutan bagi anak didiknya, sebab mengajarkan agama harus dengan keteladanan dan akhlak yang baik.
N.    Pribadi Teladan dan Berakhlak Mulia
Guru merupakan teladan bagi peserta didik, bahkan semua orang yang menganggapnya sebagai guru akan meneladaninya. Guru professional memiliki kepribadian baik yang menjadi teladan bagi semua. Ia menjadi teladan dalam segala bentuk tingkah laku dan ucapannya. Hidupnya menjadi percontohan yang akan membawa peserta didik kejalan yang benar.[31]
Guru sebagai teladan bagi para siswanya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh aspek kehidupannya. Pendidikan dengan keteladanan akan lebih efektif jika guru yang bersangkutan tidak melupakan orang tua di rumah. Lakukanlah kerja sama dengan mereka. Bangunlah sebuah komunikasi yang efektif, jalin kerjasama yang mutualistis antara keduanya, terutama tentang pentingnya keteladanan dirumah.
Metode keteladanan diyakini menjadi metode yang paling efektif yang harus dipraktikan oleh guru, terutama dalam rangka pembentukan pribadi-pribadi yang memiliki karakter, memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada tuhan yang maha esa. Metode ini juga telah banyak digunakan oleh generasi terdahulu. Akhlak mulia biasanya bersifat universal, yakni dapat diterima oleh siapapun dan dimanapun.
Akhlak mulia penting dimiliki oleh guru karena ia akan menjadi teladan bagi peserta didiknya. Mereka lebih cenderung meniru perilaku buruk dari pada ucapannya. Dengan demikian, guru harus memiliki akhlak mulia. Terdapat banyak ragam akhlak mulia yang mesti dimiliki oleh guru dalam posisinya sebagai pembimbing, penasehat, pemberi motivasi dan pengayom anak didik. Diantarnya adalah sederhana, qana’ah, tawakal, sabar dan ikhlas.



BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Dengan demikian keteladanan guru adalah suatu perbuatan atau tingkalau yang baik yang patut ditiru oleh anak didik yang dilakukan oleh seorang guru didalam tugasnya sebagai pendidik, baik tutur kata atau perbuatannya yang dapat diterapkan didalam kehidupan sehari-hari oleh murid, baik disekolah maupun dilingkungan masyarakat. Akhlak adalah suatu perangai atau tingkah laku manusia dalam pergaulan sehari-hari. Perbuatan-perbuatan itu timbul dengan mudah tanpa direncanakan terlebih dahulu karena sudah menjadi kebiasaan.
Kriteria-kriteria keteladanan seorang guru adalah sebagai berikut: Bersikap adil terhadap sesama murid, berlaku sabar bersifat kasih dan penyayang, berwibawa, menjauhkan diri dari perbuatan tercelah, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, memdidik dan membimbing, bekerjasama dengan demokratis.
Pendidikan itu tidak akan sukses, tanpa diiringi dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Urgensi keteladanan dapat ditunjukan dengan mengamalkan terlebih dahulu hal-hal baik yang akan kita ajarkan pada murid. Guru sebagai pendidik hendaklah dapat memberikan contoh yang baik dari dirinya sendiri, jangan hanya memberikan pengarahan dan nasihat semata, sementara ia sendiri tidak mengamalkannya.
Ayat Al-qur’an yang menjadi landasan atau dasar dari keteladanan dan akhlak adalah surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya:
Sedangkan tujuan dari akhlak adalah agar setiap manusia dapat bertingkah laku dan bersifat baik serta terpuji. Akhlak yang mulia terlihat dalam penampilan sikap pengabdiannya terhadap Allah SWT., dan kepada lingkungannya baik kepada sesame manusiamaupun terhadap alam sekitarnya. Dengan akhlak yang mulia manusia dapat memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Secara garis besar akhlak itu dibagi dua macam, antara keduanya bertolak belakang efeknya bagi kehidupan manusia. Akhlak tersebut adalah : Akhlak yang baik atau akhlak mahmudah dan akhlak yang buruk atau akhlak mazmumah.
Islam memang memiliki kriteria yang sangat ketat dalam persoalan guru, terutama berkaitan dengan akhlak. Guru hendaknya berakhlak yang mahmuda, agar dapat menjadi contoh bagi anak didiknya. Hal ini selain berguna bagi profesinya juga sangat berguna bagi keluarga, masyarakat bahkan akhiratnya. kedudukan akhlak bagi guru adalah sangat penting dan diperlukan dalam kehidupan yang akan membawanya kepada keselamatan dunia dan akhirat.
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka 2001
Chaerul. Rochman, Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru Menjadi Guru Yang Dicintai dan Diteladani Oleh Siswa, Bandung: Nuansa Cendekia, 2011
Drajat, Zakia, Kepribadian Guru, Jakarta: Bulan Bintang. 1978
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung: Gema Risalah Perss, 1992
Hamzah, B. Uno, Profesi Kependidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008
Hasan, M. Ali, Tuntunan Akhlak, Jakarta: Bulan Bintang, 1978
Hawi, Akmal, Kompetensi Guru PAI, Jakarta: Rajawali Perss, 2013
Jallaludin, dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1999
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 1998
Tatapangarsa, Humaidi, Pengantar Kuliah Akhlaq, Surabaya: Bina Ilmu, 1994
Ulwan, Abdullah Nashih, Pedoman Pendidikan Anak, Jilid 2, Semarang: Asy-Syifa’, 1981.
Ya’qub, Hamzah, Etika Islam, Bandung: CV Divonegoro, 1985.
_____________, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, Bandung: CV Divonegoro, 1993.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1989
Zaini, Herman dan Muhtarom, Kompetensi Guru PAI, Palembang: Neor Fikry, 2015.
Zainudin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991




[1] Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. 2001. Hal. 1160
[2] Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung. 1989. Hal. 103
[3] Akmal Halwi, Kompetensi Guru PAI, Jakarta: Rajawali Pers. 2013. Hal. 288
[4] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia. 1998. Hal 181
[5] Ibid. Hal. 290
[6] Ibid. Hal 291
[7] B. Uno Hamzah, Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2008. Hal. 89
[8] Zainudin, Dkk. Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara. 1991. Hal. 57
[9] Zakia Dradjat, Kepribadian Guru, Jakarta: Bulan Bintang. 1978. Hal. 121
[10] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak, Semarang: Asy-Syifa. 1981. Hal. 2
[11] Nurfaudi Roqib, Kepribadian Guru, Yogyakarta: Grafindo Litera Media. 2009. Hal 55-56
[12] Hamzah Ya’qub. Etika Ialam, Bandung: CV Divonegoro. 1985. Hal. 11
[13] Humaidi Tatapangarsa. Pengantar Kuliah Akhlak. Surabaya: Bina Ilmu. 1994. Hal. 13
[14] Hamzah Ya’qub. Ibid. Hal. 11
[15] Humaidi Tatapangarsa. Ibid. Hal 14
[16] Heman zaini, kompetensi furu PAI, Palembang: neor fikry. 2015. hal
[17] Akmal Alwi. Op.Cit. Hal. 303
[18] Akmal Alwi. Ibid. Hal. 305
[19] M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, Jakarta: Bulan Bintang. 1978. Hal. 11
[20] M. Ali Hasan. Ibid. Hal 11
[21] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung: Gema Risalah Pers. 1992. Hal. 670
[22] Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, Bandung: Diponegoro. 1993. Hal. 95
[23] Hamzah Ya’qub. Ibid. Hal. 97-98
[24] M. Ali Hasan. Op.Cit. Hal. 10
[25] Hamzah Ya’qub. Op.Cit. Hal 10
[26] Ibid. Hal. 98
[27] Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1999. Hal. 61-62
[28] Ibid. Hal. 84-86
[29] Akmal Alwi. Op.Cit. Hal. 306-308
[30] Ibid. Hal. 308
[31] Chaerul Rahman. Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru Menjadi Guru Yang Dicintai Dan Diteladani Oleh Siswa. Bandung: Nuansa Cendekia. 2011. Hal. 50

1 komentar: